Salam Sosialis.
Pada hari Sabtu 24 April 2011, pukul 09.00 WIB s/d selesai berlangsung diskusi di sebuah coffee shop di area kampus Fakultas Ekonomi yang diselenggarakan oleh Komunitas Pemikir Ekonomi (KOPI) bekerjasama dengan Komunitas Kaum Intelektual (KOKAIN). Diskusi ini mengangkat tema tentang “Pertumbuhan Ekonomi di Aceh tahun 2011“.
Dalam diskusi ini, kami juga menganalisa hal-hal yang menjadi masalah atas pertumbuhan ekonomi di Aceh. Selaku mahasiswa ekonomi, kami menggunakan beberapa teori dan menyertakan refrensi terkait permasalahan pertumbuhan ekonomi.
Acuan perumusan masalah yang kami bahas adalah mengapa sektor pertanian Aceh yang selama ini unggul menjadi basis sektor perekonomian belum memiliki perubahan positif dalam menunjang masalah ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Aceh?
Pemerintah Aceh optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2011 bisa mencapai angka yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Dan diharapkan bisa menembus angka 5,5 hinga 6 persen bisa tercapai. Seperti yang kita sadari, bahwa Aceh merupakan daerah kedua yang miskin namun paling kaya sumber daya alamnya setelah Papua. Namun kemiskinan masih ada dimana-mana, kesejahteraan belum merata, terutama pada masyarakat pedesaan dan pedalaman yang kondisinya kian memburuk jika dibandingkan dengan kondisi global yang kian terus bergulir. Betapa pentingnya peran pemerintah dalam mengambil dan melaksanakan kebijakan daerah Aceh. Selama ini yang kita lihat, pemerintah sangat menggebu-gebu meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi di Aceh namun pada kenyataannya distribusi pendapatan tidak selaras dengan jalannya pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sangat mengacu pada sektor pembangunan dan infrastruktur daerah namun tidak memperhatikan kondisi prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin umumnya di pedesaan yang dominan dari mereka bekerja di bidang pertanian.
Dari hasil diskusi hangat yang dibawakan oleh moderator Rifky Febrian hari ini, penulis ingin menguraikan beberapa pendapat dari pannelist. Saudara Rachmat Anshar yang merupakan Ketua BEM Fakultas Ekonomi berpendapat bahwa perlu adanya akumulasi kapital berbentuk investasi untuk semua sektor agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh baik yang bersumber dari “uang plat merah” (pemerintah) maupun dari pihak swasta, karena selama ini akumulasi kapital dianggap belum cukup mampu menggerakkan produktivitas barang & jasa karena antara keperluan terhadap modal masih mengalami ketimpangan dengan tingkat ketersediaan investasi. Jika akumulasi kapital semakin tinggi, mudah-mudahaan pertumbuhan ekonomi semakin mengarah positif. Begitu pula dengan tingkat produktivitas barang dimana akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja yang akhirnya terdistribusinya pendapatan yang merata. Sedangkan saudara Amas Augustian menyatakan pendapatnya bahwa jika Aceh mengharapkan adanya investasi yang datangnya dari luar maupun lokal dibutuhkan reformasi birokrasi yang selama ini dinilai kurang efektif dan prosedurnya mempersulit datangnya para investor. Sementara itu salah satu peserta diskusi hari ini yaitu Hamzah sependapat dengan saudara Rachmat Anshar, harusnya Aceh menjadikan pertanian adalah komiditi yang diunggulkan dan ditingkatkan kinerja dan produktifitasnya. Pengesahan APBA yang terlambat dan banyak merugikan kegiatan ekonomi di setiap sektor perlu menjadi persoalan “warning” bagi pemerintah Aceh. Saudara Daudy Sukma selaku salah satu mahasiswa berprestasi di Fakultas Ekonomi juga sependapat bahwa Aceh harus optimis dalam menghadapi segala macam problema ekonomi. Asumsinya yang saya bandingkan adalah Aceh dengan Gorontalo. Dibanding Aceh, Gorontalo jauh lebih maju perekonomiannya padahal sumber daya alam mereka sangat terbatas dan jauh. Meyakini hal tersebut, saudara Mirza Adany selaku penyelenggara KOPI menyatakan bahwa jika pertanian ingin menjadi konsentrasi pemerintah, maka harus juga disediakan infrastruktur demi menunjangnya sektor tersebut seperti pabrik pengolahan, menjadi barang jadi dan yang akhirnya dipasarkan. Namun saat ini, masih sangat sedikit sarana tersebut. Harusnyapun petani juga memiliki pengetahuan dan informasi mengenai keadaan ekonomi seperti harga, inflasi, faktor-faktor yang meningkatkan keuntungan dan daya jual. Modal untuk itu belum banyak dimiliki para petani di Aceh. Dan saya selaku penulis, juga menyadari bahwa pengalokasian sumber daya alam di Aceh sangat membutuhkan keselarasan dari sumber daya manusia yang setimpal. Selain sektor pertanian, begitu banyak sektor dan subsektor yang berkompetensi dan bisa dijadikan andalan seperti sektor pariwisata yang saat ini jadi pendukung program Visit Aceh 2011 namun realitasnya kondisi pariwisata di Aceh tidak mengalami perkembangan pesat seperti yang diharapkan. Padahal kondisi pariwisata Aceh sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai lahan pekerjaan dan mengatasi ketimpangan pendapatan serta membawa Aceh untuk go public.
Menurut Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh, T. Sofyan di Serambi (Jumat 02 Februari lalu) bahwa kondisi keamanan yang sudah baik dan stabil serta perbaikan infrastruktur berkelanjutan merupakan salah satu pendorong perekonomian Aceh untuk tumbuh positif. Di samping itu, hambatan-hambatan investasi yang dinilai menjadi acuan kendala yaitu: kepastian hukum, infrastruktur dan keamanan, saat ini secara berangsung sudah teratasi.
Para pannelist menyadari bahwa masa lalu suram Aceh saat dan pasca konflik sangat menyebabkan memburuknya keadaan perekonomian di Aceh. Pasca perjanjian MOU kurang lebih 6 tahun silam, masyarakat Aceh berangsur-angsur membangun daerah Aceh kembali pulih dan mengejar ketertinggalan daerahnya dengan daerah lain yang sudah lebih maju dan terkoordinir. Saat ini, selain mengharap sektor basis sebaiknya pula mengharapkan bahwa salah satu obat penguat menunjang pertumbuhan Aceh adalah lahirnya kaum-kaum enterpreneur yang membuka sarang kegiatan perekonomian dan juga memberikan sentuhan inovasi dan kreativitas yang dibutuhkan Aceh tanpa meninggalkan nilai-nilai sosial dan budaya yang menjadi salah satu warisan Aceh.
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, Aceh berjuang dan membangun lahirnya reformasi pasca konflik dan apalagi setelah terjadinya tsunami yang menambah daftar pilu keadaan karakteristik sosio-ekonomi masyarakat Aceh yang menyedihkan. Besar harapan kami atas perhatian dan kinerja pemerintah dalam menyediakan pelayanan dan mengatasi permasalahan yang saat ini dialami di Aceh khususnya di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa menjauhkan Aceh dari keadaan inflasi daerah maupun inflasi pusat, dengan meningkatnya pertumbuhan daerah dan distribusi pendapatan yang merata diharapkan dapat membawa kesejahteraan yang diimpikan masyarakat Aceh selama ini. Pada kesimpulannya, kami menawarkan solusi bahwa Aceh butuh sistem birokrasi yang lebih terbuka dan tidak memihak kepada kepentingan kaum menengah ke atas saja. Masyarakat butuh sarana dan fasilitas untuk mendapatkan hak mereka sebagai manusia yang mampu bekerja dan memiliki pendapatan. Program koperasi daerah juga harus lebih ditingkatkan. Dan diharapkan sektor pertanian dapat meningkatkan value added (nilai tambah) pada petani khususnya.
Sementara itu, ramalan ekonomi yang bisa saja terjadi jika pemerintah masih saja bersikukuh hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa memihak kepada distribusi pendapatan yang merata, maka tingkat kemiskinan bisa saja bertambah dan potret ekonomi Aceh yang selama ini digambarkan dan diprediksikan mampu bertahan bisa saja mengalami penurunan baik di investasi maupun produktifitas kinerja menghasilkan output. Pada kesimpuan, untuk menunjang keberhasilan perekonomian Aceh dibutuhkan peran positif dari pemerintah bekerjasama dengan masyarakat. Mendatangkan investasi dengan mengenalkan berbagai keragaman dan hal spesialis yang dimiliki Aceh untuk dikembangkan tanpa merugikan satu sama lain. Menghadirkan bisnis environment di atmosfer perekonomian Aceh merupakan salah satu tujuan penting dalam mendukung tumbuhnya perekonomian Aceh. Ya, semoga saja dalam waktu dekat harapan kita semua selaku masyarakat Aceh bisa diwujudkan dan diorientasikan untuk kita dan dari kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar