Selamat Datang !!

Mirza Adany Muktasim

Rabu, 04 November 2015

INDONESIA MEMASUKI ERA MIDDLE INCOME TRAP

Middle income trap adalah suatu kondisi dimana negara telah berhasil keluar dari zona negara berpenghasilan rendah namun tidak mampu melangkah ke zona negara berpenghasilan tinggi. Fenomena Middle Income Trap merupakan momok bagi negara berkembang karena pada kondisi ini, perekonomian suatu negara akan tetap tumbuh secara fluktuatif namun tidak akan bisa mencapai kondisi perekonomian negara maju. Kondisi Middle Income Trap merupakan situasi dimana perekonomian akan stagnan dengan pendapatan saat ini, tanpa mampu bergerak menjadi negara dengan pendapatan tinggi, tetap bergantung dengan sumber daya alam, dan tidak mampu menjadi negara maju dengan basis industri yang kuat dan modern.
Beberapa negara Amerika Latin telah gagal mencapai tingkat perekonomian dengan pendapatan yang tinggi dalam beberapa dekade sebelumnya. Sebaliknya justru beberapa negara di Asia Timur, dalam dekade baru-baru ini berhasil mencapai kesuksesan untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah. Dua negara yang dikenal memiliki sejarah Middle Income Trap yang panjang adalah Yunani dan Argentina. Argentina setidaknya harus terjebak di zona Middle Income Trap selama 40 tahun semenjak masuk ke zona negara menengah pada 1970 sebelum akhirnya masuk kategori negara berpenghasilan tinggi pada 2010 silam. Begitu pun Yunani, yang memerlukan waktu hampir 28 tahun sebelum akhirnya masuk pada golongan negara berpenghasilan tinggi.
Setelah meraih pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, banyak negara di Asia telah naik status masuk kedalam kelompok negara berpenghasilan menengah (Middle Income Countries atau MIC), seperti Filipina, India, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos dan Indonesia. Sementara itu, beberapa negara di kawasan Asia Timur saat ini sudah masuk ke dalam kelompok High Income Countries (HIC) seperti Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura. Pergeseran dari status negara berpenghasilan rendah menjadi menengah, akan serta merta memberikan dampak yang cepat kepada jumlah total agregat permintaan dan penawaran pada negara tersebut (Carnovale, 2012). Menurut Jesus Felipe (2012: 4), Indonesia dan Pakistan berada pada titik rawan yang penuh resiko untuk terjebak dalam Middle Income Trap, sedangkan Cina mampu menghindari jebakan tersebut.
Menurut Yuswohadi (2012), negara-negara tersebut bisa stuck in the middle karena setelah masuk menjadi negara berpendapatan menengah mereka merasa nyaman dan tak cukup membangun SDM dan berinovasi untuk menghasilkan produk-produk dengan kandungan teknologi yang semakin tinggi. Pada saat negara tersebut masih miskin mereka bisa memanfaatkan kemiskinannya untuk membangun daya saing melalui upah buruh yang rendah. Jadi negara-negara tersebut memacu perkembangan industri manufaktur berupah buruh rendah (labor-intensive manufacturing) seperti tekstil atau sepatu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perkembangan pesat industri macam ini akan mendorong terciptanya lapangan kerja dan pada gilirannya akan mendorong tingkat pendapatan masyarakat.
Tapi industri manufaktur berbasis upah buruh murah ini tidak sustainable. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka ongkos upah buruh pun akan meningkat. Kalau ini terjadi maka produk-produk yang dihasilkan berbagai industri tersebut tidak lagi kompetitif di pasar internasional. Kalau tidak kompetitif, maka industri-industri tersebut tak mampu berkembang, akibatnya pertumbuhan ekonomi negara menjadi terkendala.
Untuk bisa naik kelas menjadi negara maju baru dan terhindar dari middle-income trap, maka mau tak mau negara-negara tersebut harus berinovasi dan mengelola SDM/modal menjadi lebih produktif. Mereka harus membangun kemampuan R&D dan mempekerjakan SDM yang berkualitas (highly educated & skilled worker). Untuk lolos dari middle-income trap, kemajuan negara harus didukung “otak“, bukan sekedar “otot”. Korea Selatan adalah contoh negara yang sukses keluar dari middle-income trap dengan mengembangkan kemampuan R&D dan SDM. Perusahaan-perusahaan seperti Samsung, LG, Hyundai adalah perusahaan yang memiliki kemampuan teknologi yang sangat baik sehingga produknya tetap kompetitif di pasar internasional.
Pada level tertentu, negara berpendapatan menengah akan menjadi tidak kompetitif pada sektor value added industries, seperti manufaktur. Industri padat karya akan mulai berpindah ke negara dengan upah rendah sehingga pertumbuhan ekonomi pada negara tersebut akan cenderung stagnan atau bahkan menurun. Negara berpenghasilan menengah (MIC) tidak hanya mengalami kesulitan untuk bersaing dengan low-wage countries, tapi juga kesulitan untuk bersaing dengan high-technology countries.
Terdapat beberapa faktor yang umumnya menyebabkan suatu negara masuk kedalam MIT. Beberapa studi menyebutkan bahwa faktor rendahnya dukungan infrastruktur, ketidakberdayaan membangun kemandirian pangan serta perlindungan sosial merupakan faktor penyebab selain tentunya faktor Sumber Daya Manusia (SDM), birokrasi, dan supremasi hukum yang juga menjadi faktor penentu.
Meskipun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi dibanding negara-negara lain, namun industri nasional belum berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar perekonomian masih disumbang oleh bahan mentah dari komoditas perkebunan dan kehutanan, sementara industri olahan belum seperti yang diharapkan. Belum lagi institusi pemerintahan yang terus digerogoti penyakit korupsi, juga tiadanya strategi jangka panjang untuk menjadikan perekonomian Indonesia lebih tangguh di masa mendatang.
Situasi Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada Argentina beberapa puluh tahun, menimbulkan kekhawatiran Indonesia akan mengalami jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap). Indonesia saat ini masih berada di zona negara berkembang selama kurang lebih 12 tahun. Kekhawatiran pun muncul ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi turun. Hal itu merupakan gejala bahaya bagi negara berkembang karena meskipun perekonomian tumbuh, namun berada di bawah batas ideal pertumbuhan ekonomi negara berkembang yakni di kisaran 6%. Pemangkasan prediksi tersebut menurut para ekonom karena ekspor yang mulai lesu.
Banyak negara yang bisa dijadikan teladan bagi Indonesia dalam keluar dari ancaman zona Middle Income Trap ini. Salah satunya adalah Korea Selatan. Negara tersebut telah melakukan transformasi yang luar biasa dari salah satu negara termiskin di dunia menjadi negara menengah dan akhirnya masuk pada kategori negara maju hanya dalam waktu 50 tahun. Strategi yang ditempuh Korea Selatan sangatlah unik. Korea Selatan berfokus untuk mendorong sektor spesifik yang berpotensi sebagai kekuatan ekonomi negaranya, yakni sektor teknologi otomotif, elektronik, serta barang mewah lainnya. Meskipun berfokus pada sektor tersebut, Korea Selatan tidak lantas mengabaikan sektor publik yang lain. Korea Selatan tetap memperhatikan sektor lain agar tetap tumbuh meskipun cenderung stagnan.
Negara lain yang dapat dijadikan contoh bagi Indonesia dalam rangka keluar dari jebakan Middle Income Trap adalah China. Selama beberapa dekade, ekonomi China tumbuh layaknya negara berkembang pada umumnya. Namun kemudian strategi ditempuh oleh menteri keuangannya berupa pengalihan sektor subsidi bagi pertanian ke sektor manufaktur. Hal itu terbukti ampuh karena mendorong terjadinya industrialisasi sehingga bisa menekan biaya produksi yang berimbas pada nilai ekspor yang meningkat. Kemudian menteri keuangan. Cara tersebut terbukti ampuh menempatkan China dalam salah satu negara maju dengan tingkat pertumbuhan ekonominya yang tinggi, mencapai 7.5% setiap tahunnya.
Menurut Erani Yustika (2014: 3-4) definisi jebakan negara pendapatan menengah dikeluarkan Bank Dunia dengan dua alasan. Pertama, negara yang tidak mampu keluar dari pendapatan menengah memiliki potensi menjadi negara otoritarian. Kedua, guna menjadi negara yang tangguh terhadap hantaman krisis dibutuhkan tingkat pendapatan berkisar USD 6.000 – USD 7.000. Oleh karena itu, negara-negara emerging seperti Indonesia harus keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan mencapai tingkat pendapatan USD 6.000 – USD 7.000. Alasannya dengan tingkat pendapatan tersebut, ada potensi tabungan baik ekonomi skala rumah tangga maupun dalam skala yang lebih besar. Sementara pendapatan perkapita penduduk Indonesia saat ini dikisaran USD 4.000, masih jauh dari yang diharapkan.
Meskipun makro ekonomi Indonesia relatif kuat dibanding negara-negara lain terutama anggota G20 seperti difisit neraca fiskal kurang dari 2%, rasio utang di bawah 30%, dan transaksi berjalan 2,8% dari total PDB di tahun 2013, namun fundamental ekonomi Indonesia masih rapuh. Hal ini bisa dilihat dari kontribusi paling besar terhadap PDB adakah sektor tersier yang kurang menyerap tenaga kerja. Sementara sektor yang penyerapann tenaga kerja tinggi seperti pertanian dan industri olahan semakin terpuruk. Kinerja ekspor melemah dibandingkan impor sehingga mengakibatkan difisit neraca berjalan, dan rendahnya kualitas manusia yang menimbulkan permasalahan serius antara lain produktivitas rendah dan kurangnya inovasi dalam perekonomian.
Oleh karena itu, masalah terpenting bagi Indonesia bukanlah meningkatkan pendapatan per kapita secara cepat. Namun perlunya Indonesia menyusun dasar-dasar ekonomi yang kokoh melalui formasi aset yang merata, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan kemampuan inovasi dan penguasaan tekhnologi.
Salah satu prasyarat utama agar Indonesia dapat bermigrasi ke negara dengan klasifikasi pendapatan tinggi adalah kuatnya kapabilitas industri. Industri yang kuat akan secara langsung memperbaiki struktur neraca perdagangan dan pola penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita (Bank Indonesia, 2013). Selama beberapa kurun waktu terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia telah menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara dengan rata-rata 6% per tahun selama periode 2009 s.d. 2013, inflasi juga dapat dikendalikan pada level rata-rata 6% s.d. 7%. Selain itu, dua lembaga credit rating agencies juga telah meningkatkan level Indonesia menjadi investment-grade level. Namun demikian, banyak pihak menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang baik tersebut hanya dikendalikan oleh sektor jasa dan komoditas, tidak melalui sektor manufaktur.
Menurut Dhani Setyawan (2014: 2-3), Indonesia memiliki potensi yang besar untuk beralih menjadi HIC, karena didukung oleh beberapa faktor seperti fundamental ekonomi yang baik, Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah dan juga jumlah populasi penduduk yang besar. Secara demografis Indonesia didukung oleh tingginya jumlah kelompok usia kerja yang dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data Bank Dunia, lebih dari 60% total populasi penduduk Indonesia berusia dibawah 39 tahun, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk usia produktif yang signifikan. Studi Bank Dunia menyebutkan bahwa pola demografi dengan banyaknya jumlah proporsi penduduk usia kerja yang signifikan memberikan sejumlah demografic dividend bagi Indonesia karena faktor tersebut dapat membantu kinerja perekonomian. Namun demikian, disebutkan juga bahwa Indonesia tidak akan bisa melompat menjadi HIC apabila hanya bergantung kepada SDA dan murahnya harga tenaga kerja.
Pertumbuhan Indonesia sangat menjanjikan, namun tidak bisa dipungkiri terdapat beberapa faktor risiko yang bisa menempatkan Indonesia ke dalam perangkap pendapatan menengah. Untuk itu, pemerintahan Indonesia perlu memperbaiki sistem ekonomi yang sudah berjalan. Para pembuat kebijakan harus bisa melakukan transformasi struktural dan memunculkan berbagai inovasi guna memperoleh manfaat yang optimal dari sumber pertumbuhan yang ada saat ini. Indonesia tidak bisa lagi hanya bergantung kepada SDA serta tenaga kerja murah, karena pada tingkatan tertentu spillover effect dari sumber pertumbuhan tersebut akan habis. Peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM melalui pembangunan sistem pendidikan menengah dan tersier untuk menghasilkan SDM terampil dan profesional.
Masih menurut Dhani (2014: 3-4) Berbagai studi menyebutkan bahwa buruknya infrastruktur Indonesia merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan high cost economy dimana industri harus menanggung beban biaya logistik yang sangat besar. Infrastruktur dapat dikatakan sebagai lokomotif penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Perbaikan di sektor infrastruktur tentunya dapat mendorong minat investasi asing dan domestik. Keberadaan infrastruktur yang memadai akan berkontribusi kepada kelancaran distribusi barang dan jasa antarwilayah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat, mengurangi angka kemiskinan dan mewujudkan stabilisasi makro ekonomi dan yang terpenting lagi dapat menghindarkan Indonesia dari perangkap pendapatan menengah.
Namun menurut BIN (Badan Inteligen Negara) dalam buku yang dikeluarkan instansi tersebut Menyongsong 2014-2019 menyatakan bahwa Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang bertajuk The Rise of Asia’s Middle Class menunjukkan geliat kelas menengah Indonesia yang bertumbuh pesat. Bahkan, dalam laporan Bank Dunia ‘Global Development Horizon 2011 – Multipolarity: The New Global Economy’, menempatkan Indonesia bersama sama dengan China, India, Korea Selatan, dan Brazil, sebagai episentrum pertumbuhan global dengan estimasi sebagian pertumbuhan global disumbangkan oleh keenam negara tersebut pada 2025.
Pertumbuhan kelas menengah Indonesia ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir periode Bonus Demografi pada 2040, saat struktur Demografi Indonesia didominasi oleh usia produktif, sementara dependency ratio atau persentase penduduk lanjut usia dan anak-anak semakin menurun. Kinerja perekonomian Indonesia juga dapat dilihat dari rasio utang terhadap pendapatan atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang dalam dekade terakhir dapat ditekan menuju level yang relatif stabil. Tahun 2001 rasio utang terhadap PDB sebesar 83 persen, menurun terus hingga 24 persen pada 2012. Rasio ini merupakan rasio utang yang sangat stabil di tengah rasio utang negara-negara kawasan Eropa, Jepang, Amerika yang mendekati 100 persen. Beberapa negara bahkan memiliki rasio utang di atas 100 persen. Dampak krisis utang zona Eropa yang berkepanjangan terhadap Indonesia relatif minim mengingat struktur ekonomi domestik relatif kuat ditopang oleh konsumsi domestik. Di sisi lain, upaya diversifikasi tujuan ekspor juga digalakkan dengan menyasar pasar-pasar nontradisional sebagai pasar tujuan ekspor utama.
Tantangan nyata ekonomi Indonesia kedepan adalah menembus tingkat pendapatan 6.000 dolar AS per kapita. Nilai tersebut yang dipandang sebagai batas bawah stabilitas politik melalui demokrasi, sedangkan stabilitas tersebut juga diperlukan untuk menjamin kemajuan ekonomi ke tahap berikutnya. Bauran strategi yang dijalankan secara serentak dan saling terintegrasi sungguh diperlukan. Apalagi para ekonom dunia juga mengingatkan bahwa krisis Eropa meyakinkan bahwa teori, konsep, serta paham ekonomi yang ada sekarang sudah kedaluwarsa untuk menjawab persoalan nyata. Dunia tidak lagi memerlukan teori besar ekonomi atau pendekatan tunggal karena terbukti tidak efektif, yang lebih diperlukan dunia adalah belajar dari pengalaman nyata negara-negara lain yang lebih berhasil menjalankan pembangunan ekonominya.
Bagi Indonesia, di antaranya adalah belajar dari Thailand yang mampu menjadikan pertanian dan perikanan sebagai salah satu ujung tombak perekonomiannya; belajar dari Korea Selatan yang tumbuh dari negara miskin menjadi negara industri yang kuat; juga belajar dari China yang tetap merendah meskipun beberapa tahun mendatang hampir pasti bakal menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia menggusur Amerika Serikat. Para ekonom dan pejabat China selalu serempak menyebut bahwa langkah China masih sangat panjang untuk dapat menyejahterakan semua penduduk. Warga China masih jauh dari sejahtera dibanding warga dari banyak negara lain. Pada akhirnya, ukuran sebenarnya hasil pembangunan ekonomi adalah seberapa sejahtera seluruh warganya sebagaimana ditunjukkan oleh nilai Indeks Pembangunan Manusianya, dan bukan ukuran lainnya.
Ada Beberapa hal yang perlu dilakukan agar Indonesia bisa keluar dari Middle Income Trap antara lain Pertama, meningkatkan tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang tinggi dapat mendorong tingkat kreatifitas dan mendukung terobosan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Diharapakan dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi dapat menciptakan teknologi yang mendukung terwujudnya negara industri. Dengan mekanisasi di sektor industri, diharapkan dapat menurunkan biaya upah pegawai sekaligus meningkatkan produktifitas produksi. Jumlah ekspor meningkat sedangkan biaya ekspor bisa ditekan.
Kedua, mendukung terwujudnya start-up dan mendorongnya sebagai kekuatan ekonomi yang baru. Mungkin kita bisa berkaca pada Korea Selatan yang memiliki kekuatan di Industri elektronik berkat Samsung dan LG, dan di sektor otomotif berkat Hyundai, Indonesia juga perlu memberikan dukungan pada start-up agar suatu saat bisa menjadi kekuatan ekonomi baru. Pemilihan start-up harus berada pada sektor strategis bangsa, seperti sektor pertanian dan pertambangan.
Ketiga, perbaikan infrastruktur. Dengan dukungan infrastruktur yang baik, maka kegiatan perekonomian di masyarakat dapat meningkat dan arus perekonomian juga semakin lancar. Dengan infrastruktur yang baik, diharapkan investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia yang kemudian bisa meningkatkan perekonomian negara.
Keempat, mengalihkan subsidi ke sektor penting. Pada tahun 2014, sekitar 457 Trilliun dari total APBN Indonesia dialihkan ke sektor yang dianggap sia sia, yakni hanya untuk mensubsidi BBM. Angka itu sangatlah besar karena mencapai 22% dari total APBN Indonesia. Seharusnya, biaya tersebut dapat dialokasikan ke sektor lain yang lebih potensial seperti pertanian, industri, atau sektor lain yang dianggap sebagai sektor andalan.


References
BIN. (2014). Menyongsong 2014-2019: Memperkuat Indonesia dalam dunia yang berubah. Jakarta
Jesus Felipe, dkk. (2012). Tracking the Middle-income Trap: What Is It, Who Is in It, and Why?. ADB Economics Working Paper Series No. 306
Shekhar Aiyar, dkk. (2013). Growth Slowdowns and the Middle-Income Trap. IMF Working Paper
Dhani Setyawan. (2014). Indonesia Dalam Bayang-Bayang Middle Income Trap. www.kemenkeu.co.id/Artikel
Education World. (2015). Indonesia Dalam Middle Income Trap.
Maria Carnovale, (2012).  Developing Countries and the Middle-Income Trap: Predetermined to Fall?.  New York University
Bank Indonesia, (2013). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional. Laporan Nusantara, Volume 8 Nomor 3

Rabu, 22 Februari 2012

MENTERI KEUANGAN INDONESIA SEBAGAI MENTERI KEUANGAN TERBAIK SE-ASIA PASIFIK


Menteri Keuangan Agus Martowardojo meraih penghargaan sebagai menteri keuangan terbaik se-Asia Pasifik tahun ini dari majalah keuangan internasional "The Banker" edisi Januari 2012. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Yudi Pramadi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu menyebutkan editor senior majalah "The Banker" Brian Caplen berkesempatan menyerahkan langsung penghargaan tersebut kepada Menkeu pada 15 Februari 2012 lalu.

Majalah "The Banker" memberikan penghargaan tersebut karena menilai Agus Martowardojo berhasil dalam menyokong pertumbuhan ekonomi mencapai 6,46 persen dan membawa perubahan pada pelaksanaan anggaran dan perencanaan keuangan. Kemudian dia dianggap berhasil meningkatkan iklim investasi di Indonesia serta mengatur anggaran secara hati-hati pada 2011. 

Tahun ini merupakan ke-11 kalinya penghargaan tersebut diberikan dan pada tahun sebelumnya tercatat beberapa menteri keuangan di beberapa negara di dunia memperoleh penghargaan serupa. Menkeu tersebut antara lain Menkeu India Pranab Mukherjee, Menkeu Pantai Gading Charles Koffi Diby, Sekretaris Keuangan Filipina Margarito Teves dan Menkeu Slowakia Jan Pociatek. 

"The Banker" merupakan majalah keuangan internasional grup harian Financial Times yang pertama kali terbit Januari 1926 dengan Brendan Bracken sebagai editor pendiri dan berkantor di London, Inggris. 
Berdasarkan hasil audit Audit Bereau of Cicrulations, sirkulasi majalah "The Banker" adalah lebih dari 28 ribu eksemplar dengan rata-rata 60 persen dari pembacanya adalah CEO/Presiden Direktur serta CFO/Bendahara dari berbagai perusahaan. 

Majalah keuangan internasional ini memuat informasi di bidang keuangan dan premier banking, dibaca lebih dari 180 negara dan merupakan sumber utama data dan analisa industri tersebut. Fokus utama "The Banker" adalah komentar dan pemahaman keuangan global, opini, profil dan wawancara dengan bank serta tokoh keuangan terkemuka. Majalah ini juga menggabungkan liputan mendalam baik secara regional maupun negara melalui laporan pasar keuangan global, regulasi dan kebijakan, pelayanan cash management dan sekuritas, komoditas, infrastruktur, proyek, perdagangan dan teknologi, kliring dan pembayaran serta isu manajemen dan pemerintahan.

Senin, 20 Februari 2012

PEMBANGUNAN SARANA INFRASTRUKTUR DAERAH BEBAS KORUPSI: REALITAS KESERIUSAN PEMBANGUNAN NASIONAL


KOPI kembali mengadakan diskusi mingguan, Minggu 18/09 2011 di rawa sakti coffee dengan tema “Pembangunan Sarana Infrastruktur Daerah Bebas Korupsi: Realitas Keseriusan Pembangunan Nasional.” Diskusi tersebut dihadiri oleh Mirza Adany selaku ketua KOPI yang menjadi seleb atau pemateri, Ketua BEM FE Unsyiah Rachmat Anshar, Ketua DPM FE Unsyiah Indra Yadi Putra dan mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Unsyiah yang rutin mengikuti diskusi tersebut, juga turut hadir anggota KOKAIN Sdr. Rifqi Febrian dan Amas.

Mirza Adany selaku pemateri yang memaparkan materi dan mengontrol jalannya diskusi tersebut mengawali diskusi dengan pemaparan tentang gambaran dari tema yang diangkat yang kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi tentang kondisi rill yang terjadi di lapangan saat ini.
Pasca tsunami melanda Aceh, banyak terjadi peningkatan pembangunan infrastruktur yang disebabkan oleh banyaknya kucuran dana yang datang dari NGO asing. Bahkan sampai sekarang pun masih banyak pembangunan infrastruktur yang dikerjakan namun ironisnya banyak dari infrastruktur tersebut dikerjakan setengah-setengah ataupun kualitas yang kurang memadai sehingga banyak kita lihat infrastruktur yang cepat rusak seperti jalan raya.

Disamping itu, korupsi yang sudah menjadi watak bangsa kita merupakan penghambat dari pembangunan infrastruktur tersebut sehingga berdampak negatif pada pembangunan nasional. Korupsi yang terjadi pada pengerjaan proyek tersebut menyebabkan kualitas infrastruktur yang kurang dikarenakan para pelaku proyek mencari bahan-bahan yang murah.

Indra Yadi mempertanyakan apakah korupsi yang terjadi dalam suatu proyek itu dikarenakan sistemnya yang kurang tepat sehingga memudahkan dalam melakukan tindak korupsi tersebut atau karena moral hazard dari individu tersebut. Menurut Mirza Adany, hal itu disebabkan oleh kedua faktor tersebut dimana sistem yang dijalankan sekarang mempermudah untuk melakukan tindak korupsi karena sudah menjadi adat atau kebiasaan tanpa perlu dipertanyakan lagi dimana setiap proyek harus ada jatah anggaran sekian persen untuk orang yang memberi proyek tersebut, juga kurangnya moral dari individu tersebut yang menganggap sepele hal tersebut. Namun Indra berpendapat bahwa sistemnya lah yang membuat seseorang itu korupsi karena sesuatu itu dilakukan karena ada kesempatan, jika sistemnya bagus dan tidak memungkinkan seseorang untuk korupsi maka tidak akan terjadi korupsi.

Salah seorang mahasiswa baru fakultas ekonomi yaitu Said yang baru pertama kali mengikuti diskusi mingguan KOPI, menanyakan apa solusi dari keadaan tersebut?. Menurut Rachmat, kalau kita boleh berkiblat ke Cina maka setiap pelaku korupsi itu harus dihukum mati untuk member efek jera terhadap pelaku korupsi sehingga tidak adanya individu-individu yang berani lagi untuk melakukan tindakan korupsi. Namun Rifqi membantah bahwa kebijakan hukum gantung bagi pelaku korupsi sangat sulit untuk dijalankan di Indonesia karena kita negeri demokrasi dimana jika dilakukan hukum gantung maka akan banyak terjadi demonstrasi dengan alasan hak asasi manusia. Cina adalah Negara sosialis dimana setiap kebijakan pemerintah wajib dipatuhi sehingga setiap keputusan pemerintah tidak ada yang berani melawan.

Amas, salah seorang anggota KOKAIN memberi solusi lain dimana setiap proyek pembangunan infrastruktur yang ada harus dilelang ke pihak swasta untuk menciptakan transparansi proyek sehingga meminimalisir terjadinya korupsi. Dedi Iskandar yang turut hadir memberi dukungan atas pendapat Amas dimana proyek yang mau dijalankan harus dilelang dan setiap perusahaan diperbolehkan ikut bagian dengan mempresentasikan perencanaan proyek pembangunan dan item-item dari produk atau alat dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek juga ikut dilelang. Said memberi opsi lain dimana menurutnya harus ada tim pengawas yang langsung dari pemerintah tanpa sepengetahuan pelaku proyek yang akan mengawasi dan melaporkan setiap proses pelaksanaan proyek kepada pemerintah sehingga jika didapati terjadi penyelewengan maka pemerintah bisa menindaklanjutinya.

Samsul yang ikut andil dalam diskusi tersebut menanggapi hal tersebut dengan mempertanyakan apa yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa dan masyarakat untuk menindaklanjuti keadaan tersebut?. Indra menjawab pertanyaan tersebut dengan memberi arahan dari KPK dimana yang pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali apa itu korupsi dan yang kedua adalah melaporkan kepada pihak yang berwajib jika terjadi kejanggalan dalam pelaksanaan suatu proyek. Indra menambahkan jika tidak ada tindak lanjut dari pihak yang berwajib maka kita boleh untuk berdemo. Namun saudara Rifqi tidak setuju dengan Demo karena menurutnya itu tidak akan menyelesaikan masalah hanya akan membuat macet jalan dikarenakan orang yang berdemo.

Selasa, 26 April 2011

“PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2011″

Salam Sosialis.
Pada hari Sabtu 24 April 2011, pukul 09.00 WIB s/d selesai berlangsung diskusi di sebuah coffee shop di area kampus Fakultas Ekonomi yang diselenggarakan oleh Komunitas Pemikir Ekonomi (KOPI) bekerjasama dengan Komunitas Kaum Intelektual (KOKAIN). Diskusi ini mengangkat tema tentang “Pertumbuhan Ekonomi di Aceh tahun 2011“.
Dalam diskusi ini, kami juga menganalisa hal-hal yang menjadi masalah atas pertumbuhan ekonomi di Aceh. Selaku mahasiswa ekonomi, kami menggunakan beberapa teori dan menyertakan refrensi terkait permasalahan pertumbuhan ekonomi.
Acuan perumusan masalah yang kami bahas adalah mengapa sektor pertanian Aceh yang selama ini unggul menjadi basis sektor perekonomian belum memiliki perubahan positif dalam menunjang masalah ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Aceh?
Pemerintah Aceh optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2011 bisa mencapai angka yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Dan diharapkan bisa menembus angka 5,5 hinga 6 persen bisa tercapai. Seperti yang kita sadari, bahwa Aceh merupakan daerah kedua yang miskin namun paling kaya sumber daya alamnya setelah Papua. Namun kemiskinan masih ada dimana-mana, kesejahteraan belum merata, terutama pada masyarakat pedesaan dan pedalaman yang kondisinya kian memburuk jika dibandingkan dengan kondisi global yang kian terus bergulir. Betapa pentingnya peran pemerintah dalam mengambil dan melaksanakan kebijakan daerah Aceh. Selama ini yang kita lihat, pemerintah sangat menggebu-gebu meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi di Aceh namun pada kenyataannya distribusi pendapatan tidak selaras dengan jalannya pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sangat mengacu pada sektor pembangunan dan infrastruktur daerah namun tidak memperhatikan kondisi prasarana dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat miskin umumnya di pedesaan yang dominan dari mereka bekerja di bidang pertanian.
Dari hasil diskusi hangat yang dibawakan oleh moderator Rifky Febrian hari ini, penulis ingin menguraikan beberapa pendapat dari pannelist. Saudara Rachmat Anshar yang merupakan Ketua BEM Fakultas Ekonomi berpendapat bahwa perlu adanya akumulasi kapital berbentuk investasi untuk semua sektor agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh baik yang bersumber dari “uang plat merah” (pemerintah) maupun dari pihak swasta, karena selama ini akumulasi kapital dianggap belum cukup mampu menggerakkan produktivitas barang & jasa karena antara keperluan terhadap modal masih mengalami ketimpangan dengan tingkat ketersediaan investasi. Jika akumulasi kapital semakin tinggi, mudah-mudahaan pertumbuhan ekonomi semakin mengarah positif. Begitu pula dengan tingkat produktivitas barang dimana akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja yang akhirnya terdistribusinya pendapatan yang merata. Sedangkan saudara Amas Augustian menyatakan pendapatnya bahwa jika Aceh mengharapkan adanya investasi yang datangnya dari luar maupun lokal dibutuhkan reformasi birokrasi yang selama ini dinilai kurang efektif dan prosedurnya mempersulit datangnya para investor. Sementara itu salah satu peserta diskusi hari ini yaitu Hamzah sependapat dengan saudara Rachmat Anshar, harusnya Aceh menjadikan pertanian adalah komiditi yang diunggulkan dan ditingkatkan kinerja dan produktifitasnya. Pengesahan APBA yang terlambat dan banyak merugikan kegiatan ekonomi di setiap sektor perlu menjadi persoalan “warning” bagi pemerintah Aceh. Saudara Daudy Sukma selaku salah satu mahasiswa berprestasi di Fakultas Ekonomi juga sependapat bahwa Aceh harus optimis dalam menghadapi segala macam problema ekonomi. Asumsinya yang saya bandingkan adalah Aceh dengan Gorontalo. Dibanding Aceh, Gorontalo jauh lebih maju perekonomiannya padahal sumber daya alam mereka sangat terbatas dan jauh. Meyakini hal tersebut, saudara Mirza Adany selaku penyelenggara KOPI menyatakan bahwa jika pertanian ingin menjadi konsentrasi pemerintah, maka harus juga disediakan infrastruktur demi menunjangnya sektor tersebut seperti pabrik pengolahan, menjadi barang jadi dan  yang akhirnya dipasarkan. Namun saat ini, masih sangat sedikit sarana tersebut. Harusnyapun petani juga memiliki pengetahuan dan informasi mengenai keadaan ekonomi seperti harga, inflasi, faktor-faktor yang meningkatkan keuntungan dan daya jual. Modal untuk itu belum banyak dimiliki para petani di Aceh. Dan saya selaku penulis, juga menyadari bahwa pengalokasian sumber daya alam di Aceh sangat membutuhkan keselarasan dari sumber daya manusia yang setimpal. Selain sektor pertanian, begitu banyak sektor dan subsektor yang berkompetensi dan bisa dijadikan andalan seperti sektor pariwisata yang saat ini jadi pendukung program Visit Aceh 2011 namun realitasnya kondisi pariwisata di Aceh tidak mengalami perkembangan pesat seperti yang diharapkan. Padahal kondisi pariwisata Aceh sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai lahan pekerjaan dan mengatasi ketimpangan pendapatan serta membawa Aceh untuk go public.
Menurut Kepala Biro Ekonomi Setda Aceh, T. Sofyan di Serambi (Jumat 02 Februari lalu) bahwa kondisi keamanan yang sudah baik dan stabil serta perbaikan infrastruktur berkelanjutan merupakan salah satu pendorong perekonomian Aceh untuk tumbuh positif. Di samping itu, hambatan-hambatan investasi yang dinilai menjadi acuan kendala yaitu: kepastian hukum, infrastruktur dan keamanan, saat ini secara berangsung sudah teratasi.
Para pannelist menyadari bahwa masa lalu suram Aceh saat dan pasca konflik sangat menyebabkan memburuknya keadaan perekonomian di Aceh. Pasca perjanjian MOU kurang lebih 6 tahun silam, masyarakat Aceh berangsur-angsur membangun daerah Aceh kembali pulih dan mengejar ketertinggalan daerahnya dengan daerah lain yang sudah lebih maju dan terkoordinir. Saat ini, selain mengharap sektor basis sebaiknya pula mengharapkan bahwa salah satu obat penguat menunjang pertumbuhan Aceh adalah lahirnya kaum-kaum enterpreneur yang membuka sarang kegiatan perekonomian dan juga memberikan sentuhan inovasi dan kreativitas yang dibutuhkan Aceh tanpa meninggalkan nilai-nilai sosial dan budaya yang menjadi salah satu warisan Aceh.
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, Aceh berjuang dan membangun lahirnya reformasi pasca konflik dan apalagi setelah terjadinya tsunami yang menambah daftar pilu keadaan karakteristik sosio-ekonomi masyarakat Aceh yang menyedihkan. Besar harapan kami atas perhatian dan kinerja pemerintah dalam menyediakan pelayanan dan mengatasi permasalahan yang saat ini dialami di Aceh khususnya di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa menjauhkan Aceh dari keadaan inflasi daerah maupun inflasi pusat, dengan meningkatnya pertumbuhan daerah dan distribusi pendapatan yang merata diharapkan dapat membawa kesejahteraan yang diimpikan masyarakat Aceh selama ini.  Pada kesimpulannya, kami menawarkan solusi bahwa Aceh butuh sistem birokrasi yang lebih terbuka dan tidak memihak kepada kepentingan kaum  menengah ke atas saja. Masyarakat butuh sarana dan fasilitas untuk mendapatkan hak mereka sebagai manusia yang mampu bekerja dan memiliki pendapatan. Program koperasi daerah juga harus lebih ditingkatkan. Dan diharapkan sektor pertanian dapat meningkatkan value added (nilai tambah) pada petani khususnya.
Sementara itu, ramalan ekonomi yang bisa saja terjadi jika pemerintah masih saja bersikukuh hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa memihak kepada distribusi pendapatan yang merata, maka tingkat kemiskinan bisa saja bertambah dan potret ekonomi Aceh yang selama ini digambarkan dan diprediksikan mampu bertahan bisa saja mengalami penurunan baik di investasi maupun produktifitas kinerja menghasilkan output. Pada kesimpuan, untuk menunjang keberhasilan perekonomian Aceh dibutuhkan peran positif dari pemerintah bekerjasama dengan masyarakat. Mendatangkan investasi dengan mengenalkan berbagai keragaman dan hal spesialis yang dimiliki Aceh untuk dikembangkan tanpa merugikan satu sama lain. Menghadirkan bisnis environment di atmosfer perekonomian Aceh merupakan salah satu tujuan penting dalam mendukung tumbuhnya perekonomian Aceh. Ya, semoga saja dalam waktu dekat harapan kita semua selaku masyarakat Aceh bisa diwujudkan dan diorientasikan untuk kita dan dari kita.

Kamis, 20 Januari 2011

ENHANCING STUDENTS’ WRITING PERFORMANCE THROUGH ONLINE WRITING


Online learning is a process that incorporates a "mind over matter" mentality of rigorous, intrinsic learning. The course design addresses what the mind has to know in order for it to matter. Online learning is not a new concept but its acceptance continues to be a daunting one”( Bernola, K 2010). Web-based education as an alternative to face-to-face teaching is now being extended as an application to higher education (Baturay, Meltem Huri 2010 p43-52), so online writing can be used to increase student writing become good writing. “writing well is not just an option for young people-  it is a necessity. Along with reading comprehension, writing skill is a predictor of academic success and basic requirements for participation in civic life and in the global economy.” (Silvernail,D 2002). Writing improves a person’s ability to think concisely and clearly. Student learn to organize their ideas in a cohesive and flowing manner. Over many techniques used in enhancing writing skill, online system is one that significantly boosts and increases students’ achievement. Time efficiency, comfort, and quality are three things making it to be effective to apply.
In the first place is time efficiency.  It is easy for students to manage their time. Full-time students can set their time freely without having to worry about schedule. They will have flexible time in finishing assignments. ”by using the online writing lab, they can receive and practice in specific areas of writing without an instructor and without ever leaving home” Long distance student can study without having to go to the campus.
Secondly is comfort. The main benefits of web-based discussion forum were the convenience for students, the time and place independence that it created for students, and the potential for students to become part of an online learning community (Berge & Collins, M 1993)  Students can study freely and independently. They can manage and choose the place for study accordingly. They can also access more information anywhere freely.
Finally is quality. According to Piirto (1998),”approximately half of the students surveyed responded never or not often, when asked if they proofread and/or edited their electronic mail. This was compared to 90% of students who responded that they proofread and/or edited their written documents every time or most of the time. Writing learners can produce better result of writing. They will proofread their writing before publishing to the public. Consequently, they will be motivated to learn because bad result will encourage them to learn more. 
Best quality of writing is also important for students’ need to know how they will apply the skill when entering to college or at least writing application letter for a job. (Classroom Connection 2007). The students can access online corpora to learn everithing about writing and it can help them to develop their writing quality.Large corpora such as the British National Corpus and the COBUILD Corpus and Collocations Sampler are now accessible, free of charge, online and can be usefully incorporated into a process writing approach to help develop students' writing skills(Gilmore, A 2009 p363-372). The students can access this online corpora to learn everithing about writing and it can help them to develop their writing quality.
To conclude, online writing can effectively boost students’ performance in writing and this method is good to apply. Hence, teachers can try to employ this method to students.

Jumat, 14 Januari 2011

RENCANA MASA DEPAN TAHUN 2011


RENCANA MASA DEPAN TAHUN 2011
Tahun 2011 baru saja dimulai dan hari ini adalah minggu kedua dari bulan yang pertama. Tahun ini aku ingin memulai hari-hariku dengan sesuatu yang bermanfaat bagiku dan masa depanku. Ingin kutinggalkan semua kebiasaan burukku selama ini namun ternyata sangat sulit melakukan hal itu. Benar kata orang bilang bahwa semuanya hanya akan berhasil jika dimulai dari kesadaran diri sendiri. Sebagaimana Allah juga berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah nasib mereka sendiri”. Rakyat jepang maju karena mereka berusaha mengubah nasibnya sendiri setelah bom Hiroshima dan Nagasaki pada penghujung perang dunia ke II meluluhlantakkan negeri mereka. Mereka beranjak dari ayat tersebut untuk bangkit membangun negerinya sendiri.
Kebiasaan burukku inilah yang membuat titik keseimbangan kehidupan ini bergeser ke arah yang negatif. Banyak kewajiban yang harus kulakukan namun kuabaikan lantaran egoku yang ingin memuaskan diri sendiri. Aku lalai dengan berbagai kenikmatan dan kesenangan. Berbagai macam kegiatan yang menghibur kulakukan tanpa peduli akan kewajibanku. Aku semakin sering meninggalkan kuliahku, semakin sering meninggalkan shalatku, semakin sering meninggalkan tugas-tugas keorganisasianku. Namun aku mulai mencoba dengan meninggalkan semua kebiasaan itu mulai tahun ini. Dua minggu telah berlalu pada tahun ini namun kebiasaanku masih belum berobah namun sudah sedikit mengarah ke tujuan.
Awal bulan ini dimulai dengan ujian final pada fakultas tempat aku kuliah yaitu Fakultas Ekonomi Unsyiah. Yang tersisa saat ini hanya 2 matakuliah lagi yang belum kulalui. Aku berharap semester ini nilaiku tidak jelek dan tidak ada mata kuliah yang tidak lulus karena semester ini aku sudah menghabiskan semua matakuliahku dan semester depan aku hanya perlu menyelesaikan skripsiku. Namun kendala yang kuhadapi adalah judul proposal yang belum kuajukan. Namun akan kuusahakan pada semester depan. Matakuliah yang paling tidak kuasukai dan tidak kumengerti yaitu Ekonometrika baru saja keluar nilainya dan aku mendapat nilai C. Aku bersyukur mendapat nilai yang “cukup” karena mereka yang lainnya malah kebanyakan mendapat nilai dibawah cukup.
Namun satu nilai C harus kututupi dengan satu nilai A dari mata kuliah yang lain agar IP ku menempati angka minimal 3,00 karena aku malu pada keluargaku dan teman-temanku jika mendapat IP semester ini dibawah 3,00. Targetku untuk lulus dari fakultas ini adalah nilai IPK 3,50 namun yang sudah kulalui hanya mencapai angka 3.39. sulit, susah dan sukar bagiku memperoleh angka itu namun aku sudah berusaha itu sudah cukup bagiku.
Tahun ini aku harus selesai. Gelar sarjana ekonomi harus kudapat pada tahun ini karena aku sudah berjanji pada orang tuaku bahwa aku insyaallah akan selesai pada tahun ini. Aku malu pada abang tertuaku yang baru saja mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung pada tahun lalu. Ia bisa menyelasaikan kuliahnya tepat 4 tahun dan itu juga yang harus kulakukan.  Berbagai motivasi kudapatkan dari beliau. Aku harus berjuang untuk masa depanku karena masa depanku aku yang menentukannya dan Allahlah yang menunjukkan jalannya.
Aku terispirasi dari sebuah buku “Sejarah Pemikiran Ekonomi” karangan Deliarnov dimana dipenghujung bukunya yang menceritakan mereka-mereka peraih nobel ekonomi, aku tertarik dengan ungkapan seorang tokoh ekonomi Monetaris bernama Milton Friedman yang berpidato pada acara perolehan Nobel tersebut. Milton dengan berolok-olok mengatakan “ada tiga syarat untuk bisa menerima hadiah Nobel di bidang ekonomi. Pertama adalah laki-laki, kedua adalah berkewarganegaraan Amerika serikat, dan yang ketiga adalah pernah belajar atau mengajar di “University of Chicago”. Hal itu dikarenakan sebagian besar peraih nobel ekonomi memiliki ketiga hal tersebut dan yang menarik perhatianku adalah University of Chicago. Serasa ingin kesana.
Aku tertarik untuk melanjutkan kuliahku di universitas yang dikenal dengan gudang pakar ekonomi. Aku termotivasi untuk secepatnya menyelesaikan S1 ku dan ingin melanjutkan kesana. Namun yang menjadi hambatan adalah nilai TOEFL ku yang masih dibawah standar. Aku pernah sekali mengikuti test TOEFL. Ketika itu aku mengambil mata kuliah Listening IV pada jurusan Bahasa Inggris. Selain di Fakultas ekonomi Unsyiah, Aku juga kuliah di Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry. Kuliah di dua tempat yang menguras banyak tenaga, pikiran dan waktuku. Aku harus mengikuti ujian final matakuliah itu dimana finalnya adalah Listening Section on TOEFL Test. Bagian listening dari TOEFL adalah nilai finalku. Hasil Test menunjukkan nilaiku menempati angka 420, angka itu tidak cukup untuk melanjutkan kuliah ke luar negari dan hasratku untuk tembus ke Chicago University harus kuusahakan lebih serius lagi.
Sebuah istilah berucap “Plan Your Work and Work Your Plan”, Itu yang harus kulakukan yaitu merencanakan apa yang harus kulakukan dan melakukan apa yang telah kurencanakan. Aku harus menyusun kronologi masa depanku untuk kulaksanakan guna mencapai apa yang kuharapkan dan kucita-citakan. Aku harus memperdalam bahasa Inggrisku agar angka TOEFL ku meningkat menuju posisi 500. Namun aku masih lemah dalam bahsa inggris, angka TOEFL saja rendah apalagi IELST test yang lebih rumit dari TOEFL dimana skill yang harus dikerjakan bukan hanya listening, structure, dan reading comprehension, tetapi juga Speaking dan Writing. Aku harus bisa menguasai semua skill itu.
Target utama yang harus kucapai pada tahun ini adalah Menyelasaikan Sarjana Ekonomi. Gelar SPdI harus kuundurkan dulu, aku harus menyelesaikannya satu persatu dahulu, karena jiwaku menuntunku kearah Ekonomi bukan English. Aku lebih menyukai membaca buku-buku ekonomi ketimbang buku-buku Bahasa inggris. Koleksi buku ekonomi banyak dalam lemariku namun buku bahasa inggris hanya sedikit. Bahasa itu hanya sebagai alat bukan ilmu jadi bahasa inggris itu hanya sebagai alatku untuk melanjutkan kuliahku nantinya dan modalku untuk ke University of Chicago.
Bagaimana caranya aku bisa mencapai Universitas itu? Bagiku itu mudah. Banyak program beasiswa Youth Students Exchange Program yang bisa mengantarku kesana lagipula aku punya banyak abang dan kakak letingku di jurusan bahasa inggris yang sudah pernah kesana. Aku bisa meminta pendapat mereka dan berguru pada mereka, bagaimana kiat-kiat tembus ke luar negeri. Kemarin ada program beasiswa IELSP (Indonesian English Language Study Program) yang dibuka dan deadlinenya 10 january 2011 dan aku mengabaikannya karena terlalu cepat bagiku. Namun program serupa akan dibuka kembali pada september mendatang. Informasi itu kudapat dari para alumni program tersebut. Mereka bekerja sama dengan himpunan bahasa inggris IAIN mengadakan seminar IELSP pada tanggal 25 Desember 2010 lalu dan kebetulan aku ketua panitianya. Banyak tips-tips yang kupelajari dari mereka tentang bagaimana agar bisa lulus di program beasiswa tersebut. Mereka berharap agar mahasiswa aceh yang tembus di beasiswa itu bisa meningkat dari sebelumnya.
Akhirnya, dapat kusimpulkan bahwa tahun 2011 ini aku harus merubah kebiasaan burukku agar kehidupan keseharianku berjalan secara seimbang dan kewajibanku bisa kuselesaikan dalam waktu singkat. Akan kutepis istilah yang mengatakan kewajiban yang ada lebih banyak dari waktu yang tersedia. Istilah itu hanya bagi orang-orang yang kalah dan aku tidak akan mau menjadi salah satu dari mereka orang-orang yang kalah karena seorang motivator nasional bernama Reza M. Syarif mengatakan “kita dilahirkan Untuk menang, We born to win.”  Selain itu aku harus menyelesaikan kuliahku dalam waktu satu semester ke depan agar pada bulan september nantinya aku bisa mengikuti program Basiswa IELSP dan kuberharap aku lulus dan menimba ilmu di gudangnya pakar Ilmu Ekonomi. Semoga aku selesai pada semester depan dan melanjutkan ke University of Chicago dan menjadi seorang ekonom yang akan membantu bangsa ini meningkatkan perekonomian dan melakukan pembangunan yang berkelanjutan di tanah air ini. Semoga indonesia akan menjadi negara maju dan Aceh menjadi kota besar di Indonesia yang terkenal ke seluruh dunia. Amin!!