Krueng Raya adalah salah satu tempat dimana dihuni oleh para nelayan. Mayoritas mereka adalah masyarakat nelayan namun ada juga dari mereka yang hanya pedagang. Biasanya aktifitas dagang di sana hanya sampai sore hari karena mereka beristirahat di siang hari dan toko-toko disana akan buka kembali pada sore hari. Aktifitas mereka melaut dimulai pada sore hari tepatnya setelah waktu shalat ashar selesai. Sebelum mereka pergi melaut, mereka sempat ngopi di warung yang berada di dekat laut. mereka hanya duduk sebentar sambil menunggu panggilan dari pawang laot untuk melaut. seorang penjaga warkop disana mengatakan dia harus cepat-cepat menyiapkan kopi buat mereka, jika ada orang yang masih mikir-mikir mau minum apa, mereka tidak melayaninya dengan baik seperti di kota(baca: Banda Aceh) karena para nelayan itu hanya duduk sebentar saja. ada yang menarik di warung itu adalah siaran televisi (indovision) yang mereka nonton adalah siaran atau film asing artinya film-film yang bersubtitle bahasa inggis atau bahasa mandarin. Jika ada orang baru yang datang kesana mungkin dia mengira masyarakat disini mahir-mahir sekali bahasa asing nya padahal mereka menonton siaran itu hanya untuk sebentar saja.
Seorang pelaut dari mereka mengatakan bahwa syarat untuk melaut adalah harus ada seorang pawang laot dan 4 orang anak buah kapal. jika tidak maka mereka tidak boleh melaut karena untuk menarik pukat atau jala, mereka membutuhkan 4 orang, sedangkan pawang laot adalah untuk mengarahkan kapal. Seorang pawang laot harus mengerti aturan-aturan melaut.
Hal unik di aceh adalah dilarangnya melaut pada hari jumát untuk menghormati hari jumát. ketika kamis sore, pesisir laut itu sepi karena larangan melaut bahkan warung-warung di dekat laut pun tidak beroperasi namun masyarakat nelayan disana mengganti aktifitas melaut mereka pada malam jumát dengan mengadakan pengajian. pernah seorang pelaut di luar aceh yang non muslim mengatakan salut pada nelayan aceh yang menghormati hari jumát dengan tidak melaut. aktifitas nelayan tersebut pada hari jumát adalah membersihkan kapal mereka, mengacat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan pada kapal. disamping itu mereka juga berujar agar ikan-ikan di laut bisa terus berkembang biak.
Jika ada nelayan yang pergi melaut pada hari jumát maka hasil tangkapan mereka akan disita oleh panglima laot setempat dan disumbangkan ke mesjid sesuai dengan hasil keputusan pengadilan adat laot, bahkan mereka akan dikenakan sanksi berupa larangan melaut selama 3 hari bahkan sampai seminggu dan itu bisa merugikan pelaut tersebut.
pendapatan nelayan di sana sesuai dengan hasil tangkapan mereka, ada yang dapat 3 keranjang, ada yang 13 keranjang bahkan ada yang lebih dari itu sesuai dengan musimnya. Ketika musim banyaknya ikan teri di laut, mereka bisa mendapatkan berton-ton ikan teri. Seorang nelayan disana mengatakan dia bahkan bisa menghasilkan ratusan keranjang dari hasil melautnya.
Para muge ungkot biasanya sudah mulai muncul saat matahari terbit untuk membeli ikan dari para nelayan tersebut apalagi pada hari pekan yaitu hari rabu, jalan menuju laot itu penuh dengan honda becak milik muge yang akan membeli ikan. Hal unik terlihat disana adalah ada seorang muge yang merupakan seorang perempuan dan itu sebagai bukti konsep gender telah berlaku di aceh jauh. bahkan pernah ada pada zaman dahulu seorang admiral atau laksamana dari perempuan di aceh yaitu laksamana keumala hayati. hal tersebut membuktikan bahwa konsep gender telah mulai tumbuh di aceh jauh sebelum dunia barat mengagung-agungkan konsep tersebut.
Namun apa aktifitas perempuan disana terutama kaum perempuan istri dari nelayan tersebut?. kebanyakan mereka mengambil hasil tangkapan suaminya dan menjemur ikan-ikan tersebut kemudian membubuhi garam yang nantinya setelah kering akan menjadi ikan asin. hasil tersebut akan diekspor ke kota banda aceh dan ada juga yang diekspor ke medan. hal tersebut merupakan inisiatif istri para nelayan yang ingin membantu suaminya untuk memperoleh pendapatan lebih. biasanya pendapatan mereka tersebut habis dalam waktu dekat. mereka tidak menabung namun malah langsung menghabiskan uang mereka. menurut mereka, hari esok akan ada rezeki lain karena alam akan memberi mereka rezeki untuk hari esok.
Biasanya jika hasil tangkapan mereka banyak maka harga ikan akan murah dan sebaliknya. hasil tangkapan mereka hanya dikonsumsi oleh warga sekitar krueng raya namun jika di pasar kota banda aceh kekurangan ikan, mereka baru akan mengekspor ikan hasil tangkapannya kesana.
Seorang pelaut dari mereka mengatakan bahwa syarat untuk melaut adalah harus ada seorang pawang laot dan 4 orang anak buah kapal. jika tidak maka mereka tidak boleh melaut karena untuk menarik pukat atau jala, mereka membutuhkan 4 orang, sedangkan pawang laot adalah untuk mengarahkan kapal. Seorang pawang laot harus mengerti aturan-aturan melaut.
Hal unik di aceh adalah dilarangnya melaut pada hari jumát untuk menghormati hari jumát. ketika kamis sore, pesisir laut itu sepi karena larangan melaut bahkan warung-warung di dekat laut pun tidak beroperasi namun masyarakat nelayan disana mengganti aktifitas melaut mereka pada malam jumát dengan mengadakan pengajian. pernah seorang pelaut di luar aceh yang non muslim mengatakan salut pada nelayan aceh yang menghormati hari jumát dengan tidak melaut. aktifitas nelayan tersebut pada hari jumát adalah membersihkan kapal mereka, mengacat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan pada kapal. disamping itu mereka juga berujar agar ikan-ikan di laut bisa terus berkembang biak.
Jika ada nelayan yang pergi melaut pada hari jumát maka hasil tangkapan mereka akan disita oleh panglima laot setempat dan disumbangkan ke mesjid sesuai dengan hasil keputusan pengadilan adat laot, bahkan mereka akan dikenakan sanksi berupa larangan melaut selama 3 hari bahkan sampai seminggu dan itu bisa merugikan pelaut tersebut.
pendapatan nelayan di sana sesuai dengan hasil tangkapan mereka, ada yang dapat 3 keranjang, ada yang 13 keranjang bahkan ada yang lebih dari itu sesuai dengan musimnya. Ketika musim banyaknya ikan teri di laut, mereka bisa mendapatkan berton-ton ikan teri. Seorang nelayan disana mengatakan dia bahkan bisa menghasilkan ratusan keranjang dari hasil melautnya.
Para muge ungkot biasanya sudah mulai muncul saat matahari terbit untuk membeli ikan dari para nelayan tersebut apalagi pada hari pekan yaitu hari rabu, jalan menuju laot itu penuh dengan honda becak milik muge yang akan membeli ikan. Hal unik terlihat disana adalah ada seorang muge yang merupakan seorang perempuan dan itu sebagai bukti konsep gender telah berlaku di aceh jauh. bahkan pernah ada pada zaman dahulu seorang admiral atau laksamana dari perempuan di aceh yaitu laksamana keumala hayati. hal tersebut membuktikan bahwa konsep gender telah mulai tumbuh di aceh jauh sebelum dunia barat mengagung-agungkan konsep tersebut.
Namun apa aktifitas perempuan disana terutama kaum perempuan istri dari nelayan tersebut?. kebanyakan mereka mengambil hasil tangkapan suaminya dan menjemur ikan-ikan tersebut kemudian membubuhi garam yang nantinya setelah kering akan menjadi ikan asin. hasil tersebut akan diekspor ke kota banda aceh dan ada juga yang diekspor ke medan. hal tersebut merupakan inisiatif istri para nelayan yang ingin membantu suaminya untuk memperoleh pendapatan lebih. biasanya pendapatan mereka tersebut habis dalam waktu dekat. mereka tidak menabung namun malah langsung menghabiskan uang mereka. menurut mereka, hari esok akan ada rezeki lain karena alam akan memberi mereka rezeki untuk hari esok.
Biasanya jika hasil tangkapan mereka banyak maka harga ikan akan murah dan sebaliknya. hasil tangkapan mereka hanya dikonsumsi oleh warga sekitar krueng raya namun jika di pasar kota banda aceh kekurangan ikan, mereka baru akan mengekspor ikan hasil tangkapannya kesana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar